Kendari – Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka resmi menggelar Musyawarah Nasional (Munas) X di Kendari, Sulawesi Tenggara pada 25-29 September 2018.
Disela-sela acara Munas X Pramuka yang digelar di Hotel Grand Clarion, publik Kendari Sulawesi Tenggara justru dikagetkan dengan bermunculan spanduk bertuliskan ‘Pramuka Garda Pancasila dan Anti Khilafah’.
Disamping itu juga, ada pula spanduk dengan tulisan pesan penting yang ditujukan kepada 34 Ketua dan delegasi Kwartir Daerah Gerakan Pramuka dari seluruh Indonesia yang hadir di Munas X Pramuka yakni ‘Jauhkan Pramuka dari Pengaruh HTI’, ‘Tolak Adhyaksa Dault, Jauhkan Pramuka dari Paham Radikalisme’, Pilih Ketua Pramuka yang Berwibawa & Bertanggung Jawab’, ‘Kembalikan Jati Diri Pramuka sebagai Pelopor Bangsa’.
Bertebaran spanduk tersebut pun menarik perhatian pengendara yang melintas dan mereka sempat mengabadikan momentum foto itu dari telepon genggam mereka.
Sementara itu, Pemikir politik dan kebangsaan Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menghimbau agar gerakan Pramuka harus terbebas dari paham-paham yang menjurus kepada radikalisme.
Harapan tersebut tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pemerintah yang membekukan alokasi dana untuk kegiatan Pramuka lantaran Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Pramuka Adhyaksa Dault diindikasi memiliki keterkaitan dengan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
“Ini penting saya katakan terlebih saat ini sedang dihelat Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka di Kendari, Sulawesi Tenggara. Pramuka memiliki posisi strategis yang berperan sebagai kawah candradimuka untuk menggodok dan menggembleng anak-anak bangsa yang memiliki mental kuat dan akhlak mulia,” kata Karyono.
Karyono melanjutkan bahwa dugaan keterkaitan Ketua Kwarnas Pramuka Adhyaksa Dault dengan organisasi terlarang di Indonesia Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pernah menjadi berita besar pada tahun 2017 silam. Kehadiran mantan Menteri Pemuda dan Olahraga di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada acara HTI membetot perhatian publik. Betapa tidak, videonya yang mendukung Khilafah dan HTI tersebar luas dan menjadi viral. Imbas dari hal tersebut adalah pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga membekukan alokasi dana untuk gerakan Pramuka.
“Pada tahun 2017 lalu, pemerintah membekukan alokasi dana Rp 10 Miliar untuk pramuka. Kebijakan politik itu bukan tanpa alasan karena adanya dugaan keterkaitan Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka Indonesia dengan HTI,” beber Karyono.
Pada bagian lain, Karyono menilai kebijakan politik pemerintah Indonesia yang membekukan alokasi dana untuk Gerakan Pramuka Indonesia sudah tepat. Lebih-lebih Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka Indonesia yang kini dijabat oleh Adhyaksa Dault dianggap memiliki keterkaitan dengan HTI. Jika pemerintah tetap mengucurkan dana kepada gerakan Pramuka, Karyono khawatir potensi penyimpangan dan penyalahgunaan dana cukup besar.
“Ini yang kita takutkan. Jangan sampai alokasi dana dari pemerintah digunakan secara tidak langsung untuk menyokong ormas yang sudah jelas-jelas dibubarkan dan anti Pancasila,” demikian penjelasan Karyono.
Untuk diketahui Adhyaksa sendiri akan segera mengakhiri jabatannya sebagai Ketua Kwarnas pada hari ini. Kwarnas Gerakan Pramuka akan segera menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) pada 25-29 September 2018 di Kendari, Sulawesi Tenggara.